SATU.
Apa yang akan terjadi jika perasaan seseorang tertulis di atas kepalanya, dan, semua orang bisa baca?
Di pinggir jalan, kita akan menemukan tulisan-tulisan di atas kepala orang yang berisi kemacetan. Di kantin sekolah, di atas kepala seorang cowok, kita akan membaca keinginannya untuk menyatakan cinta. Tentang gombalan-gombalan yang belum sempat diucapkan. Di depan ruang bimbingan kampus, di atas kepala orang yang baru saja duduk itu, ada alasan soal telatnya memberikan revisi skripsi. Di atas kepala suami ada keluhan soal istrinya yang terus memaksanya membawa bekal. Bekal rasa cinta… yang keasinan dikit.
Di atas kepala Eno, di depan laptopnya, tertulis dengan huruf kecil dan biru: Sekarang gue harus ngapain?
Di depan pandangannya, terdapat beranda Twitter. Sudah 2 jam dia duduk tanpa mengetik apa-apa. Terkadang jarinya mulai menyentuh keyboard, lalu, seperti ada keraguan, dia menghapusnya kembali. Sulitnya menjadi orang galau di Indonesia adalah, kita harus bisa galau dengan keren.
Entah kenapa, untuk menjadi galau, kita harus jago bahasa inggris. Kita update status galau dalam bahasa inggris, semata-mata biar nggak kelihatan ngenes-ngenes amat. Kita screen capture lagu-lagu galau dan di-uploadke Instagram. Bayangkan kalau kita update status galau dalam bahasa Indonesia. Sedih, lalu nulis di Twitter, ”Tangisanku malam ini tidak akan cukup untuk mengalirkan kenangan kita.” Kesannya akan sangat sangat… bencong. Bukannya dihibur, yang ada malah dihujat beramai-ramai.
Walaupun lebih sedih lagi kalo update status galau pake bahasa lain. Kayak misalnya ini:
Tears gabing ito ay hindi magiging sapat naupang alisan ng tubig an gating mga alaala.
Itu pake bahasa Filipina. Di-copy langsung dari google translate.
Akhirnya Eno menutup laptop. Mematikan lampu, berusaha untuk tidur aja. Putus cinta memang menyakitkan, dan, bagi penulis freelance baru seperti dia, momen ini bisa menghancurkan pekerjaannya. Sambil menunggu wisuda, dia memutuskan untuk mengambil projek pertamanya. Salah satu merek minuman memintanya untuk membuat tulisan kampanye produk. Tapi yang ada di kepalanya sekarang justru kata-kata alay depresif. Mau nulis apa? Minuman ini dapat menghilangkan dahaga rindu yang lama menganga? Norak abis.
Orang-orang yang putus cinta memang cenderung menyalurkan perasaannya ke hal-hal lain. Ada yang bikin jadi lagu lalu dinyanyiin sendirian di kegelapan. Ada yang bikin puisi. Ada yang nyorat-nyoret tembok mantannya pake pilok. Semua punya pilihannya masing-masing.
Eno mengambil handphone dari atas meja. Sambil tiduran dia membuka gallery. Jarinya menggeser-geser layar ponsel. Matanya menerawang kosong.
Tiba-tiba muncul satu notifikasi. DM Twitter.
Dia meletakkan kembali ponselnya ke atas meja, masih ada sisa trauma saat dia terakhir kali membaca DM Twitter dari mantannya satu minggu lalu. DM yang dia ingat sangat jelas sampai sekarang:
“APUS SEMUA FOTO INSTAGRAM YANG BARENG AKU! PIPINYA KELIATAN GENDATS!”
DM itu sampai sekarang belum dibalas.
Eno bangkit, melepas celana, mengambil jeans hitam dari gantungan di pintu. Dia berjalan keluar, perlahan-lahan. Menyusuri jalanan kompleks yang remang-remang. Sampai beberapa saat kemudian, dia sampai di taman. Di sana ada empat cowok yang bermain skateboard. Eno tidak punya pikiran apa-apa. Dia hanya merasa ingin pergi. Ingin berjalan. Tanpa punya tujuan yang jelas. Mungkin dia berharap sebentar lagi turun ikan dari langit, atau ketemu kucing yang bisa ngomong seperti dalam buku Haruki Murakami. Tapi tentu saja, itu tidak akan terjadi.
Di saat seperti ini, Eno hanya merasa bahwa dia tidak ingin sendirian.
Dia duduk di pinggir lapangan bersama suara gesekan besi dan roda skateboard. Orang-orang ini, paling tidak, membuat dirinya merasa tidak sendirian. Lalu dia diam. Sepuluh menit. Dua puluh menit. Tiga windu.
Sampai beberapa saat kemudian,
Eno sakit perut.
Nggak keren abis memang lagi galau gini tapi malah sakit perut. Tiga hari ini Eno selalu makan cokelat. Banyak yang bilang kalau cokelat akan menghilangkan kegalauan. Yang banyak orang tidak tahu adalah, perasaan galau akan diganti oleh perasaan panik nyari kamar mandi terdekat. Dan obat mencret. Dan gak boleh ketahuan siapa-siapa. Dan berak sambil sedih adalah perasaan paling absurd di dunia.
Tapi tidak bagi Eno. Dia tetap menghayati kegalauannya di tengah sakit perut. Dia menarik napas, berdiri pelan-pelan. Berjalan santai menuju rumahnya. Dan setelah langkah kelima, dia ngibrit loncatin portal kompleks karena udah gak tahan lagi.
---
DUA.
Windy tidak pernah sadar bahwa menjadi cantik akan menguntungkannya. Tidak bisa dipungkiri, wajah seseorang akan memudahkan kita untuk bertahan hidup. Tekan tombol power televisi dan kita bisa liat berbagai orang cantik di mana-mana. Di FTV, orang cantik bisa hadir dalam bentuk apa saja. Bisa jadi mahasiswa. Bisa jadi musisi. Bahkan orang cantik jadi supir bajaj. Bukan tidak mungkin akan ada orang cantik berperan sebagai Alien di Alien Vs Predator. Alien rambutnya diombre. Sebelum makan manusia pake Kyle Lip Gloss dulu.
Ribet abis.
Tapi bagaimana pun juga, ini emang bener. Terlahir menjadi orang cantik akan sangat menguntungkan. Orang cantik kalo diem bakalan tetap asoy karena dia cantik. Kalau orang cantik melakukan hal yang dilakukan manusia pada umumnya, semesta langsung heboh. Lalu jadi berita di On The Spot dengan judul “Ini Tujuh Fakta Yang Belum Kamu Ketahui Dari Pilot Cantik!” Dan besoknya diwawancara di Hitam Putih. Padahal gak ada hubungannya antara bisa nyetir pesawat sama cantik. Cantik tapi kalo pesawatnya nabrak Gunung Slamet juga mukanya jadi kayak fosil Firaun.
Oke, kembali ke Windy.
Sebenarnya Windy juga tidak begitu suka dengan hal-hal seperti ini. Dia, di umurnya yang baru 20-an, suka dandan karena memang kesenangan diri. Entah bagaimana caranya, tapi dia mampu membedakan warna lipstick dalam radius 5 meter. Sayangnya, kekuatan ini tidak bisa digunakan untuk membedakan mana cowok ganteng dan cowok yang mukanya kayak gerobak pasir. Matanya minus 5.
‘Tas lagi nih, di tembok sana ya,’ Yohanes menunjuk sebuah tembok berwarna biru, lalu mengarahkan Windy untuk bergaya.
Windy membenarkan posisi kacamatanya. ‘Bentar, woy, bentaaar.’ Dia jinjit-jinjit sedikit.
‘Kenapa lo, Win?’
‘Gatau nih. Kesempitan celananya.’ Dia lalu tertawa kecil. Rambutnya yang dikuncir terkibas-kibas sedikit.
‘Si anjrit!’
Windy emang tipikal cewek menggemaskan yang kalo cowok ngeliat bawaannya langsung pengin nyulik aja.
Setelah beberapa sesi pemotretan, Windy menghampiri Yohanes. ‘Liat dong, Nees!’ Dia merebut kamera yang ada di meja piknik. ‘Yang ini bagi, ini, ini, ini, ini juga.’ Dia menatap Yohanes sebentar, lalu bilang, ‘Lo kirim ke gue semuanya aja deh, Nes! Hahaha.’
‘Iye bawel.’
Sebagai seorang Selebgram, Windy memang sering mendapat barang-barang kayak gini ke rumahnya. Mulai dari tas, kaos, celana. Sampai yang paling random… topi proyek. Dia sendiri heran. Waktu itu dia belum masang tarif untuk endorsement, jadi banyak banget barang yang dateng. Karena ngerasa nggak enak, akhirnya dia foto di perumahan baru di daerah Tangerang Selatan. Lengkap dengan ember semen sama kacamata gede.
Terus terang, Windy seneng juga karena dia merasa banyak orang yang merhatiin. Tapi di sisi lain, kadang nyebelin juga karena dia merasa terlalu “keliatan” gitu. Orang jadi terlalu gampang berkomentar tentang dia. Tahu kan, tipikal cowok-cowok yang suka ngegodain di kolom komentar? Belum lagi yang suka nanya “Komen pertama dapet apa, Kak?”
Nah yang gitu-gitu itu malesin banget buat dia. Ya emang komen pertama maunya dapet apa? Gak dapet apa-apa lah. Kalau mau dapetin sesuatu ya harus usaha dan kerja keras. Gabriel Garcia Marquez dapat penghargaan Nobel Sastra di tahun 1982 karena dia membuat tulisan-tulisan keren sejak 1950-an. Gabriel Garcia Marquez pas nerima Nobel nggak bilang, ‘Terima kasih teman-teman semua. Akhirnya saya mendapat Nobel… gara-gara komen pertamax.’
Sambil menunggu Yohanes dan timnya siap-siap pulang, Windy iseng buka Instagram. Followers-nya sekarang 402 ribu. Message di DM-nya udah 2810. Dulu Windy emang suka bales-balesin DM yang masuk, tapi semenjak ada orang yang pernah nanya-nanya hal porno ke dia, dia jadi serem dan takut sendiri. Sampai sekarang, akhirnya gak berani buka fitur itu lagi.
‘Yuk cabut!’ Yohanes nyamperin Windy.
‘Siap, Pabos!’
Jalanan menuju rumah macet banget gara-gara ada demo. Karena mulai bete, Windy akhirnya nyobain live Instagram di dalam mobil. Dia duduk di depan kiri. Yohanes di sebelahnya, nyetir sambil nyanyi lagu Raisa. Di belakang ada Ebem sama pacarnya, lagi pelukan. Entah kenapa informasi ini harus dikasih tahu.
‘Haloooo!’ sapa Windy, girang banget. Karena baru dua menit yang nonton udah 108 orang. Mungkin kalo yang nonton seribu, Windy bakal screamkayak anak metal saking girangnya.
‘Kamu lagi apa?’ tanya Windy ke handphone, dan dia jawab sendiri, ‘Aku baru abis foto nih. Nanti begitu sampe rumah aku upload ya. Foto yang akunya merem!’ Dia lalu ketawa sendiri.
Kalo live Instagram, apa-apa emang sendiri. Kasian sebenernya.
Windy menekan tombol switch camera sehingga layar kini menampilkan kondisi jalan di depan. ‘Parah kan? Paraaah!’ Dia mengembalikan kamera ke wajahnya. ‘Aku kayaknya uploadfotonya dua tahun lagi deh baru sampe rumah!’
Beragam komentar langsung bermunculan. Ada yang bilang kalau dia juga terjebak, sama seperti Windy. Ada yang minta disapa. Ada yang sibuk menekan tombol love. Ada yang salah fokus dengan nanya, ‘ITU NGAPAIN DI BELAKANG PELUKAN? BAKAAAR!!’
---
TIGA.
Kita semua pasti punya teman yang di setiap omongannya selalu mengambil quote-quote orang lain. Tipikal orang yang kalau bicara harus ada sumbernya. Contohnya, sewaktu ada orang gengsian gamau nge-chat gebetan duluan akan bilang, ‘Gue sih sebenernya mau-mau aja nelepon dia duluan. Tapi kalo kata Newton kan aksi sama dengan reaksi. Gue tunggu dia beraksi dulu laah.’ Ini dia ngomong aja harus pake sumber, udah kayak skripsian.
Dan di sini, kita punya Jaka, yang, bisa ditebak, lagi duduk sendirian baca buku di kamar.
Di rumah kontrakannya, Jaka tinggal bareng Rafi dan Lukman. Mereka sama-sama kuliah di jurusan Statistika. Hal yang membedakan Jaka dengan dua temannya ini hanya satu: Jaka udah lulus.
Jaka lulus hanya dalam waktu tiga setengah tahun. Waktu yang sama yang digunakan Jaka untuk menjomblo selama di kampus. Jaka emang tidak begitu suka hal-hal yang berhubungan dengan percintaan. Bukan karena dia gak laku. Tampangnya sebenarnya nggak buruk-buruk amat. Bahkan ada beberapa junior di kampus yang naksir dia dan bilang kalau Jaka mirip sama artis Hollywood: Kura-Kura Ninja (tolong jangan dibayangkan berlebihan, nanti juga kamu tahu Jaka seperti apa).
Tapi dia selalu menolak karena menurutnya percintaan itu terlalu rumit.
Percintaan, mengambil kata-kata Jaka, susah dibuktikan teorinya.
‘Lo beneran kan masih mau di sini?’ Rafi berdiri di depan pintu kamar.
Jaka meletakkan buku Filosofi Kopi di sebelahnya, lalu menghampiri dan menepuk pundak Rafi. ‘Hidup tuh yang seru prosesnya! Jalanin aja lagi!’
‘Najis lo.’
Lukman yang lagi nuang air dari dispenser ikut nyamber, ‘Jadi lo mau langsung nyari kerja, Jak?’
‘Kayaknya enggak deh.’ Jaka duduk di meja makan, sok gaul. ‘Gue juga gatau nih. Pengin nyari petualangan aja.’
‘Petualangan apaan anjir? Mending bantuin kita kerjain skripsi!’ sambar Rafi.
‘Gue sih pengin yang kayak di 5cm gitu, punya kaki yang berjalan lebih jauh dari biasanya, mata yang menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas…’
‘Salah bantal kali luh!’ Lukman asal jawab.
‘SALAH BANTAL?! HAHAHA TAE LO MAN!!’ Rafi ketawa puas bener.
Jaka emang sama sekali belum tahu mau ngapain semasa menunggu wisuda. Dia bahkan belum percaya kalau bisa lulus secepat ini. Rafi dan Lukman seringkali menyuruh Jaka pulang ke Jakarta, tapi dia masih betah di Bandung. Pembicaraan tentang pekerjaan juga tidak jarang terjadi. Tapi Jaka selalu bilang kalau dia lebih baik melanjutkan S2 atau jadi dosen sekalian. Karena surat kelulusan belum jadi, alhasil sekarang kerjanya main doang di kontrakan.
Banyak yang bilang kalau pengangguran itu nggak enak. Nggak tahu mau ngapain, bisa stres karena tidak punya tujuan hidup. Jadi pengangguran itu miskin sampai-sampai sebelum pacaran harus pergi ke minimarket untuk semprotin parfum, pura-pura ngetes aromanya mau beli, padahal mah emang biar wangi aja. Jadi pengangguran itu sedih karena begitu selesai nge-datedan bill-nya datang, harus langsung pura-pura sibuk main hape. Berharap dengan begitu si pacar udah ngebayarin duluan.
Hal-hal kayak gini tidak akan kita temukan pada Jaka. Dia punya cukup banyak tabungan dari kiriman orangtuanya setiap bulan. Beginilah asiknya jadi mahasiswa berprestasi yang dapat beasiswa. Dan jomblo.
Rumah kontrakan sedang kosong ketika dia baru aja selesai mandi sore itu. Ketika mau melanjutkan baca Show Your Work di halaman 84, Jaka mendengar suara mobil di depan rumah. Lewat jendela kamar dia melihat Innova hitam berhenti tepat di depan rumah. Lah? Temen siapa nih? Selama ini perasaan gak pernah ada temen yang ke sini naik mobil. Jaka merasa waswas. Rafi dari Jogja dan Lukman orang Bengkulu, aneh banget kalo keluarganya tiba-tiba ke sini, pikir Jaka.
Pintu mobil terbuka.
Seorang laki-laki dengan kacamata hitam turun. Perawakannya seperti anak kuliahan pada umumnya. Bedanya, si orang ini berpakaian rapih. Dengan setelan jas abu-abu dan celana bahan. Lengkap dengan sepatu pantofel, kayak cowok abis kondangan. Jaka tidak mengenal orang ini.
Orang ini mengambil sesuatu dari sakunya, meletakkannya di sela-sela pagar.
Lalu dia pergi.
Lalu Jaka sujud sukur.
--
EMPAT.
‘Yok! Dua putaran lagi!’ seru Amanda semangat. Dia menyeka keringat di wajahnya. Bajunya udah lepek banget. Ini sudah putaran ke 10 Amanda lari berkeliling… gawang futsal. Aneh banget emang Amanda. Orangnya gak bisa ditebak gitu.
Amanda ini, meskipun cewek, tapi kekuatannya gak kalah sama cowok. Oke, harus ditekankan, dia lebih strong dari kebanyakan cowok. Amanda suka olahraga ekstrem kayak bungee jumping, lempar lembing, makan beling. Entah udah berapa cowok yang gak jadi deketin dia gara-gara ngerasa minder… dan takut keselamatannya terancam.
Oke, sedikit flash back tentang kisah cinta Amanda dan mantannya:
Mantan pertama, kelas 2 SMP. Kabur di hari ulang tahun Amanda. Waktu itu Yogi, mantannya, niat ngasih surprise ke rumahnya sepulang sekolah. Dia udah nyiapin kue, beli balon warna-warni, dateng diem-diem bareng dua sahabat Amanda. Amanda saat itu lagi demen-demennya sama parkour. Dia lagi nyobain salto-salto di rumah (Terserah Amanda aja maunya gimana). Lalu kebetulan begitu Yogi masuk ke dalam rumah, Amanda lagi nyobain butterfly kick. Kebetulan tumit Amanda nyium hidung Yogi. Pulang-pulang Yogi jadi Voldemort.
Mantan kedua, kelas 1 SMA. Amanda mulai sering latihan parkourdiem-diem di sekolah. Mantannya diputusin setelah bilang, ‘Sayang, kemaren aku liat ada gorilla lompat-lompat di genteng UKS! Keren abis!’
Mantan ketiga, kelas 3 SMA. Duh, yang ini jangan diceritain deh. Kita doain aja sama-sama semoga dia masih sehat wal afiat setelah kejadian itu. Mantan terakhir ini yang bikin Amanda malas pacaran selama kuliah dan fokus untuk belajar bela diri.
Buat yang belum kenal-kenal banget, mungkin tidak akan sadar kalau Amanda ini orangnya sebrutal itu. Tampilannya sama kayak cewek pada umumnya. Yang bikin dia berbeda cuma rambut pendeknya yang dicat jadi warna biru muda.
‘Yuk, balik. Capek gue,’ ajak Vio, teman lari Amanda.
Amanda membuat kuda-kuda di depan gawang. ‘Bentar, bentar…’ Dia konsentrasi, mundur beberapa langkah, lalu ‘EAAAAARRGGHH!!’ Dia menendang tiang bagian kiri. Gawangnya bergeser. Tulang kaki Amanda juga geser dikit. Amanda menggelepar di lantai beton.
‘MAN?! LO NGAPAIN ANJIIR CACAT BENER! HAHAHAHAHAH!’ Bukannya nolongin, Vio malah motret Amanda yang megangin kaki di lantai.
‘SAKIT BANGKEEE?! BANTUIN WOOOY!!’
‘HAHAHA BENTAR GUE VIDEOIN DULU!’
Vio akhirnya harus nganterin Amanda dulu. Dan begitulah. Sekarang Amanda berbaring di sofa, dengan Vio yang nempelin es batu ke kaki kanannya. ‘Lo ngapain sih lagian? Udah gila lo ya? Banyak gaya siih.’
Vio anaknya perhatian, beda sama Amanda.
‘Udah, udah, bentar lagi juga sembuh. Ga usah lebay!’
‘Lo pikir lo Naruto?’
‘Gue bukan Naruto, tapi pas kuliah gue bisa ada di kantin, tapi absen gue di kelas. Week!’
‘ITU MAH TITIP ABSEN YA!’
Di sela-sela pembicaraan, Bu Ami, Nyokapnya Amanda masuk. Mukanya biasa aja, kayak yang udah sering gitu ngeliat tingkah laku anaknya kayak gini. ‘Ada titipan nih.’ Bu Ami meletakkan sebuah lempengan besi di meja. ‘Tadi katanya buat kamu. Dia bilangnya kamu udah pasti tahu dari siapa. Jadi ibu nggak nanya-nanya lagi.’
‘Ciyeeee… setelah sekian lama Mandaaa,’ ledek Vio. ‘Yang ini jangan dipatahin lagi ya idungnya.’
Amanda mengambil benda itu. Melihat-lihat bentuknya. ‘Sumpah gue gatau ini apaan, O.’
---
LIMA.
Pemilik rumah sudah berada di tempat yang aman. Sekarang tinggal Dwi Abdul Jalak Ahmad Luthfi, atau orang-orang biasa memanggilnya dengan sebutan Kiting (karena rambutnya keriting, bukan bulu dada), bersiap untuk masuk. Aroma kemenyan mulai terasa. Hawa dingin menjalar di kaki Kiting. Kebetulan dia lagi nyeker.
Kiting mengambil sebuah botol sirup, lalu meletakannya di atas keset depan pintu. Diketuknya pintu itu tiga kali.
‘Assalamualaikum,’ kata Kiting, khidmat. Supaya aksinya menangkap setan kali ini berjalan lancar.
‘Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh..’ Jawab seluruh warga, kompak.
Kiting nengok ke belakang. ‘KAGAK USAH DIJAWAB!’
‘Oke, Ting. Maap. Maap.’ Suasana jadi gaduh.
Setelah beberapa saat anak buah Kiting menenangkan warga, Kiting menutup matanya. Ia lalu memberi tanda dengan tangan supaya dua anak buahnya mundur.
‘Bang Kiting…’ Soleh, Anak Buah 1, mencolek pundak kanan.
‘Ape lagi?’
‘Botolnya masih ada isinya, Bang.’
‘Oiya lupa.’
Kiting akhirnya mengambil botol bekas jamu dari bagasi belakang mobilnya, entah kenapa tadi malah naroh botol sirup buat lebaran punya pak RT. Kiting meminta maaf sejenak kepada pak RT, lalu memulai ritualnya.
‘HEYAAAAHH!!’ Kiting tiba-tiba meloncat dan bergerak tidak karuan di garasi. Gerakannya tidak terkontrol. Kadang ke kanan, kadang tiba-tiba ke kiri. Kiting seperti dirasuki arwah ibu-ibu naik motor matic.
Sepuluh detik kemudian, suasana mendadak hening. Kiting mengambil botol dan memberi aba-aba kepada anak buahnya untuk masuk ke dalam rumah. Kiting dan dua anak buahnya kemudian membuat formasi segitiga. Mereka berniat menyapu energi negatif yang ada dari arah luar dan mengumpulkannya ke ruang tamu.
‘Soleh! Kamu ke gudang belakang!’
‘Oke, Bang.’
‘Ridho! Kamu ke kamar mandi utama!’
‘Siap, Bang Kiting!’
‘Kiting? Ke dapur!’ seru Kiting, dan dia jawab sendiri, ‘Oke, Bang. Kita makan dulu, Bang.’
Diam-diam kampret juga Kiting ini.
‘Di belakang ada pocong, Bang! AstaghfIrullah… Soleh takut!’ seru Soleh dari arah belakang.
‘Jangan takut Soleh!’ kata Kiting, sambil makan lemper di dapur. Santai sekali hidupnya. ‘Baca bismillah! Gulingin pocongnya, terus tendang kayak abang-abang tukang galon!’
Beberapa saat kemudian, terlihat pocong yang terguling dan mentok di pintu gudang belakang. Kepalanya nyangkut dan gak muat keluar. ‘Hrrrggmmmm..’ geram pocong. Pigura di dinding seketika jatuh dan pecah. Warga di luar yang mendengar langsung menjerit. Kiting menghabiskan sisa lemper, membuang kulitnya ke tong sampah, lalu dengan sigap menngeluarkan jurus sakti. Dia berdoa, mengangkat botol jamu, dan secepat kilat mengarahkannya ke si pocong.
‘HEYAAAAHH?!!’ yang artinya: MATI KAU POCONG!
‘Hrrmmmggghhh…’ yang artinya: GUE KAN EMANG UDAH MATI!
Suara sendok yang saling berbenturan di dapur terdengar kencang. Gelas-gelas berjatuhan. Kursi di ujung bergoyang-goyang. Kiting menguatkan tenaganya. Suara eraman ‘Hrrmmmgghhhrr…’ terdengar semakin lama semakin kecil. Mungkin maksudnya: ‘Kenapa pake botol jamu? Kan pahit kampreeet!! Aarrgghhh…’
Sampai tiba-tiba semua berhenti begitu saja.
‘Ketangkep lo, Cong!’ kata Kiting sambil memasang tutup botol, bangga.
Botol itu pun terasa lebih berat dari sebelumnya.
Mereka bertiga pun mengakhiri hari itu dengan berdoa di tengah-tengah ruangan. Kiting menceritakan kronologisnya kepada pak RT. Dan, sebagai balas budi, pak RT memberikannya dua botol sirup lagi. Biar lain kali setannya jadi manis kalo ketangkep, canda pak RT. Garing sekali dia.
‘Ada satu lagi yang bapak lupa, Ting.’ Pak RT mencegah Kiting and the gank untuk pergi. Kiting menengok dengan gerakan slow motion.
Diam-diam pak RT memasukkan sesuatu ke dalam kantung celana Kiting.
‘Periksanya di rumah aja ya,’ bisik pak RT.
Sok mesra abis anjir.
---
ENAM.
Setelah bersalaman dengan kedua anaknya, Hermanto keluar dari rumah kardusnya.
‘Semoga hari ini bapak dapet banyak rejeki ya,’ katanya kepada anaknya. Dia lalu jalan ke seberang jalan raya, duduk, lalu mengeluarkan mangkuk.
Seseorang memasukkan lempengan besi ke dalamnya.
‘Makasih, Mas.’ Hermanto mengangguk, mengambil lempengan besi itu dan memasukkan ke dalam tas. Supaya mangkuknya kembali kosong dan kesannya belum ada yang ngasih.
Setelah bengong-bengong beberapa saat, Hermanto baru sadar kalau yang barusan ia masukkan bukanlah uang koin. Bentuknya seperti kartu nama, tetapi terbuat dari besi tipis. Di salah satu sisinya ada lambang menyerupai mata.
‘Jangan-jangan…’ pikir Hermanto. ‘EMAS! INI PASTI EMAS! MAKASIH YA ALLAH?!’
Hermanto lalu membereskan barang-barangnya. ‘KRU TIPI MANA KRU TIPI! UDAH KELUAR AJA GAUSAH SEMBUNYI! MAKASIH YA ALLAH!’
Semua orang ngeliatin dengan pandangan hina.
(BERSAMBUNG KE PART 2...)